Powered by Chelsea F.W., William Sia, Felecia S., dan Catherine P.
 
Picture
Halo Cangkrukers!

Siapa nih yang pernah tahu binatang Sugar Glider ? Pernah lihat atau bahkan kalian salah satu pemiliknya ? Atau kalian salah satu pecinta Sugar Glider ?

Nah, kali ini tim cangkruk akan membahas mengenai wawancara singkat kami dengan salah satu komunitas yang kami temui di Taman Bungkul, yaitu komunitas Sugar Glider Surabaya. Check this out!

Q : Sejak kapan sih ada komunitas Sugar Glider Surabaya ?

A : Komunitas ini sudah ada kurang lebih 1 tahun yang lalu dan komunitas ini ada karena hasil dari seringnya kumpul-kumpul bareng gini.

Q : Oh, berarti komunitas ini ada tiba-tiba karena seringnya cangkrukan bareng ya?

A : Iya bener sekali, karena kita-kita ini pecinta sugar glider kan, nah waktu cangkrukan gini akhirnya sepakat untuk bikin suatu komunitas pecinta sugar glider.

Q : Wah, jadi dengan cangkrukan bisa ada keuntungan yang didapat ya?

A : Tentu dong. Bahkan sampai sekarang kita juga beternak sugar glider, jadi orang-orang yang ingin lihat atau memelihara sugar glider bisa kita bantu.

Q : Asik juga ya, dari ide iseng yang keluar waktu cangkrukan, malah bisa jadi suatu keuntungan. Lalu, mengenai anggotanya apakah semuanya berasal dari Surabaya ?

A : Tidak juga kok. Memang ada yang dari Surabaya, tapi ada juga yang tinggal di Gresik.

Q : Lalu saat sedang ada rapat atau cangkrukan bareng begitu bagaimana ? Apakah semua anggota harus datang ?

A : Nggak sih, kan kita juga punya kesibukan masing-masing jadi kalo kumpul-kumpul gini kita janjian hari apa aja. Kalo saat ini sih kita selalu cangkrukan hari Selasa dan Kamis tiap minggunya.

Q : Oh begitu. Terus, mengapa kalian memilih Taman Bungkul sebagai basecamp kalian ?

A : iya, seperti yang sudah saya sebutkan, kita kan tinggalnya beda-beda nih. Nah, Taman Bungkul kan tempatnya dipusat kota dan tempatnya terbuka, jadi kita lebih suka disini karena lebih gampang nyari tempatnya, dan pastinya paling pewe, karena kita bisa main dengan sugar glider kita, ngopi bareng, sharing-sharing bareng.

Q : Wah, asik sekali ya pastinya. Terakhir, apakah kalian merasa cangkrukan itu penting ? Mengapa?

A : Penting sekali, apalagi untuk anak muda termasuk kami, karena kita bisa mengeksplor kemampuan kita bersama lewat cangkrukan, apalagi kalo memiliki ide yang sama. Yah seperti kita-kita ini akhirnya kita bisa bikin komunitas ini dan sampai sekarang menghasilkan banget buat kita.

Dari chit-chat singkat kami dengan Komunitas Sugar Glider Surabaya ini, ternyata cangkrukan membawa dampak positif kan ? Apalagi kalau dilakukan bareng-bareng sama teman-teman. Selama ide kalian positif, pasti bisa membawa pengaruh positif juga.

Salam cangkruk! 


 
Yang kami dapatkan dari hasil survey dan riset kami bahwa budaya cangkruk merupakan budaya yang sangat kental dalam kehidupan masyarakat. Tidak hanya berbicara tentang warung kopi, nongkrong, dan bersenda gurau saja, namun ada sebuah atmosfer dan suasana persaudaran dan persahabatan yang didapatkan dari rutinitas sebuah budaya cangkruk. Tidak sadarkah bahwa melalui budaya cangkruk, kita bisa memperoleh banyak informasi, baik itu fakta maupun gosip bisa didapatkan di sana? Dengan komunitas yang berisikan 20 orang saja, kita sudah bisa medapatkan banyak informasi dari 20 ragam orang yang memiliki latar belakang dan kehidupan yang berbeda, apalagi kalau kita membahas tentang anak-anak muda yang bercangkrukan. Terlalu banyak  hal yang bisa didiskusikan dan dibicarakan sampai lupa waktu.

Anak muda dengan berbagai talenta yang dimiliki, merupakan sebuah generasi dengan pemahaman dan ideologi yang baru dan up to date. Mereka banyak sekali meraih banyak data dan informasi, salah satunya didapatkan pada saat bercangkruk. Kita bisa melihat pula perbedaan gaya cangkrukan anak muda dengan kalangan lain, meskipun terkadang bisa bercanda ria, tetapi pada saat mereka bertukar pikiran dan ide, itulah titik poin yang menarik pada saat mereke bercangkruk. Mereka bersahabat, menikmati waktu senggang dan juga dapat berpikir dan bertukar pikiran. Budaya cangkruk menghasilkan banyak ide dan inspirasi pada saat kita bisa meggunakannya dengan baik. Hal ini bisa bersifat positif karena tidak menggunakan waktu yang senggang begitu saja, tetapi terkadangpun budaya cangkruk di nilai negatif oleh beberapa kalangan.

Ada yang mengganggap budaya cangkruk itu merupakan komunitas yang sukanya buang-buang waktu senggang, kerjaannya di warung kopi dan berteriak-teriak saja, lalu rokokan dan sukanya pulang malam. Memang tidak salah pendapat-pendapat yang di atas, apabila kita melihat kalangan anak muda, ada kategori anak muda yang berkarakter buruk, seperti anak yang tidak bersekolah, dan lain-lain. Memang gaya cangkrukan mereka berbeda dengan gaya cangkrukan anak-anak muda seperti mahasiswa, tetapi yang sering terlihat negatifnya ditimbulkan oleh anak-anak nakal. Apalagi kalau sudah naik motor, ngebut, berbicara kasar dan kotor, orang tentu akan menanamkan image yang buruk pada komunitas itu. Pada awalnya kami beranggapan budaya cangkruk itu jelek namun saat kami melihat ke dalam, budaya cangkruk sangat bermanfaat bagi kehidupan sosial masyarakat.

 
Siapa sih yang nggak suka cangkrukan ?

Kebanyakan orang, terutama hampir semua anak muda menggemari banget aktivitas ini apalagi disaat luang bareng teman-teman atau rekan kerja.

Nah, yang mau kita bahas kali ini adalah, apa aja sih tips-tips cangkrukan asik ala Tim Cangkruk ? Kita punya 3 tips singkat & asik buat kalian yang ingin menikmati asiknya cangkruk bareng teman-teman tanpa harus keluarin banyak kocek. Check this out!

#1 . Tempat manapun bisa buat spot cangkruk

Sebenarnya, yang dibutuhkan dari cangkrukan itu bukan tempatnya kok, tapi personilnya! Kalian bebas mau pilih tempat yang paling mewah sampai paling sederhana buat nyangkrukan sama teman-teman, tapi ingat satu hal, kalo cangkrukan di tempat mahal seperti cafe-cafe, kita nggak bisa bebas berekspresi, karena kita tetap harus menaati peraturan dari cafe tersebut (biasanya nih, di cafe-cafe kan nggak boleh menimbulkan keributan, main kartu sembarangan, kaki diangkat ke kursi, dll). Nah, coba deh buat kalian-kalian yang masih sering cangkrukannya pilih di cafe-cafe, kali ini pindah spot cangkruk di tempat terbuka atau bahkan di rumah / kos kalian sendiri! Selain lebih ngirit, kalian bebas ngapain aja dan bisa berceloteh sana sini tanpa ada yang ganggu selama kalian bawa personil yang bener-bener mendukung  ya.

#2.  Personil cangkruk itu penting

Cangkruk bisa dimana aja bisa bebas ngapain aja, tapi kalo personilnya hanya 1 orang, bukan cangkrukan namanya! Bawa teman-teman kalian sebanyak mungkin! Maksudnya bukan banyak dalam arti jumlah, tapi yang bisa bawa suasana cangkruk kalian jadi semakin asik dan menarik. Semakin banyak topik pembicaraan pasti akan semakin asik, apalagi dengan orang-orang terdekat kita sendiri seperti sahabat. Bukan cuma asal cangkrukan aja, tapi bisa sambil saling sharing pengalaman, curhat, nonton bola rame-rame, dan sebagainya. Selain buat suasana tambah rame, dengan adanya personil-personil ini bisa buat otak lebih merasakan apa namanya refreshing itu, bisa lebih tenang dan bisa bercengkrama bareng arek-arek, kan?

#3. Kudapan murah nan asik

Tempat oke, personil oke, nah apalagi yang kurang kalo bukan sesuatu yang bisa dimakan atau diminum selagi cangkrukan? Dan sekali lagi, nggak harus mahal kok! Cukup dengan secangkir teh atau kopi sudah bisa bikin cangkrukanmu dengan teman-teman sangat asik. Kalian juga bisa mencoba sendiri dengan membuat kudapan cangkrukan sendiri, pasti lebih ngirit dan asik karena dilakukan bareng arek-arek, misalnya ada yang dapat bagian beli gorengan seperti tahu, pisang goreng, bakwan, dll, ada yang dapat bagian bikin teh atau kopi atau bikin wedang lainnya. Kalau masih kurang, kalian bisa membeli nasi bungkus mini atau yang seringkali disebut “nasi kucing” di warung-warung terdekat dengan harga sekitar Rp. 2000, an saja. Jika kalian cangkrukan berlima misalnya, dengan nasi bungkus seharga 2000 rupiah kalian hanya perlu mengeluarkan uang Rp. 10.000,00 aja! Murah banget kan?

So, gampang banget kan tips nya ? Yang penting dalam cangkrukan itu personilnya, rek. Mau dimanapun makan apapun selama personilnya mendukung semua jadi asik!

Salam Cangkruk Rek!

 
Kalau kamu cangkrukan, apa sih yang membuatmu nyaman dan santai saat bercangkruk? Yah, yang pertama pasti ada teman-teman yang selalu mendampingi kita saat bercangkruk. Mereka pokoknya yang paling membuat suasana jadi berubah, bisa semakin gila atau galau, tergantung topik pembicaraan. Saat cangkrukpun bisa menjadi momen untuk berdiskusi atau bercurhat tentang kejenuhanmu selama sehari penuh. Makin banyak temannya, pasti makin seru cangkrukannya.

Yang kedua nih, lokasi pastinya. Tempat cangkrukan itu juga mempengaruhi suasananya. Biasanya kalau masalah tempat, kita berdiskusi nih mau ke mana. Biasanya pasti banyak pilihan, yang mau ke sana ke sini sampai pusing mikirinya. Lokasi cangkrukan si intinya mau di tempat terbuka atau tempat tertutup juga biasanya dipengaruhi sama kebutuhan juga, buat kerja tugas atau nonton bola bareng.

Tempat yang paling diminati itu biasanya warung kopi, taman-taman, atau restaurant fast food. Kenapa kok ketiga tempat itu? Yang pertama warung kopi, enaknya sih soalnya bisa menikmati suasana cangkruk sambil menikmati enaknya kopi dengan harga yang murah. Sekali cangkrukan di warung kopi aja paling cuma habis Rp 20.000,-. Buat beli gorengan, segelas kopi hitam, dan rokok! Mantap banget untuk kita-kita yang lagi kepepet tapi tetap mau bercangkruk ria. Variasi makanan dan camilan yang mau dipilih juga banyak kok, kalau gorengan ada tahu, ote-ote, dan lain-lain. Kalau minuman, ada banyak jenis minuman instan, kopi, nutrisari, pop ice, dan lain-lain. Makanan berat juga kadang tersedia seperti nasi bungkus atau mie instan, camilan seperti peyek, kacang, krupuk juga ada buat menemani waktu cangkrukmu. Cuma disediakan di tiap-tiap meja, banyak pilihan, dan tinggal ambil aja.  Terus ada permainan catur yang bikin kita semangat untuk bercangkruk ria.

Kalo biasanya di taman atau restaurant fast food, kita lebih cari suasananya. Di taman-taman juga enak tempatnya karena tempatnya terbuka dan banyak orang juga di sana jadi ga bosan suasananya. Lalu ada pemandangan yang enak dipandang soalnya taman-taman di kota Surabaya bagus-bagus. Kalo di taman, biasanya kita lesehan, menikmati makanan yang udah kita beli atau siapkan, camilan seperti snack atau jajanan di pedagang yang berkeliling. Enak kalo di taman, bener-bener tidak kerasa waktu yang kita habiskan, tawa canda selalu menemani kami melewati waktu malam. Paling efesien dan efektif di taman Bungkul, banyak sekali jenis makanan yang dijual di sana, ga hanya makanan juga ada berbagai jenis minuman, mainan, dan aksesoris lainnya. 

Restaurant fastfood, meskipun agak mahal tapi terjamin sekali fasilitasnya. Ada TV, Wifi, AC, sofa yang empuk, dan musik yang merdu. Kita di sini biasanya sambil kerja tugas atau browsing-browsing yang pasti butuh koneksi internet, lalu kalau nonton bola rame-rame ya di sana, dan menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol.

Semua pasti punya cara untuk mendapatkan kenyamanannya saat bercangkruk ria. Tapi tidak mesti seperti tadi kalo becangkruk, kadang ada yang beli di restaurant fast food lalu dibawa ke taman. Jadi enak banget kalau suasana cangkrukan bisa membantu melewati hari-hari yang melelahkan.

Salam cangkruk rek!

 
Saat tim cangkruk menelusuri tentang budaya cangkruk itu apa, kami melakukan perjalanan ke berbagai daerah yang menurut kami merupakan tempat yang terkenal untuk bercangkruk ria. Dalam perjalanan, banyak sekali warung kopi yang sangat ramai dikunjungi oleh orang-orang. Di sekitar Jalan Kutisari saja, kita sudah bisa melihat sekitar lima sampai enam warung kopi yang ramai. Memang terlihat jelas bahwa budaya cangkruk sudah sangat mendominasi dalam kehidupan masyarakat Surabaya, apalagi anak-anak muda yang memiliki waktu senggang yang banyak.

Semakin menarik lagi ketika kita mengamati aktivitas-aktivitas yang terjadi pada warung-warung yang berbeda. Ada yang asik cerita dan bercanda, main catur, dan ada juga yang lebih milih ngopi di tengah malam bareng bapak-bapak ngeronda. Tiap komunitas pasti punya gaya cangkrukan sendiri. Ada yang suka ngomong dengan khas Suroboyoan, berteriak-teriak sambil tertawa, ada yang lebih senang nyantai dan membahas topik-topik yang ringan atau religius, ada juga yang menikmati waktu luang dengan menikmati mie instan sambil nonton tv bersama.

Banyak hal yang bisa terlihat saat kita mengamati budaya cangkruk yang terjadi di berbagai tempat, apalagi kita melihat tempat yang sering disebut "pusat tempat cangkrukan Surabaya" yaitu di Taman Bungkul, taman yang tidak pernah sepi dikunjungi orang-orang. Dalam seharipun, berapa banyak orang yang menerapkan budaya cangkruk sebagai aktivitas "refreshing" mereka? Berbagai warung kopi dan tempat yang dijadikan basecamp cangkruk tidak pernah sepi dari pengunjung, semakin malam malah semakin ramai bahkan. Banyak hal yang selalu dapat mereka lakukan saat mereka menikmati waktu luang bersama teman-teman mereka. Uniknya, berbagai interaksi sosial yang terjadi dalam lingkup kehidupan masyarakat Surabaya.

Berbicara tentang cangkrukan sendiri, itu bukan hanya sekedar warung kopi ataupun kopinya, namun yang bisa diamati adalah interaksi dan gaya cangkrukan yang dilakukan tiap-tiap orang, apalagi anak muda yang memiliki gaya / ekspresi diri yang luar biasa. Cangkrukan bisa dijadikan tempat untuk ajang ekspresi buat anak-anak muda juga, apalagi mereka yang memiliki komunitas yang mengarah pada bakat minat, misalkan, tarian, olahraga, dan sebagainya. Tentu saja mereka pasti menggunakan sebagian waktu cangkruk mereka untuk melakukan hobi mereka bersama.

Gimana, unik kan budaya cangkruk itu? Dari gaya cangkruk dan aktivitasnya saja kita sudah bisa mendapatkan banyak hal unik yang bisa kita bahas, belum lagi kalau berbicara tentang konsumsi yang mereka makan saat cangkrukan, tentang topik yang mereka bahas saat berbincang-bincang.

“Selama cangkrukan bisa bawa pengaruh positif buat kamu, kenapa nggak ?”

Salam cangkrukan rek!

 
Welcome Back, Cangkrukers!

Hari ini menjadi hari yang menguntungkan sekaligus menyenangkan bagi kami. Mengapa? Karena kami, tim cangkruk berkesempatan mewawancarai salah satu ahli sosial-budaya yang tidak lain adalah dosen dari Departemen Mata Kuliah Umum (DMU) di UK Petra Surabaya, Pak Binsar M.Gultom. Selama kurang lebih 30 menit, alumnus S2 Ilmu Sosial di Unair Surabaya yang sekaligus berdarah Batak ini menceritakan dan menjelaskan secara gamblang pendapatnya mengenai cangkruk serta seluk beluk cangkruk di lingkup Surabaya dengan cara bicara yang sangat bersahabat. Yuk ikutin Q&A kami dengan Pak Binsar!

1.     Q: Bagaimana asal-usul adanya tradisi cangkruk di Surabaya?

A: Latar belakang budaya cangkruk yang pertama berasal dari julukan Kota Surabaya sebagai salah satu kota perdagangan besar di Indonesia, disertai dengan letak kota Surabaya yang terletak tepat di pinggir pantai dan dalam konteks ini Kota Surabaya banyak menjadi tujuan sehingga cenderung sifat egaliter nya kuat. Hal ini didasarkan dari bermacam-macam orang yang singgah di Kota Surabaya dari jaman dahulu.  Yang kedua, secara kultur yang perlu dipahami bahwa Kota Surabaya merupakan kota yang kuat kulturnya, dengan kata lain paling sedikit dipengaruhi oleh tradisi Kerajaan Mataram seperti kota-kota yang lain seperti Solo, Semarang, Jogja, dan sebagainya. Surabaya mempunyai kultur yang berbeda dengan kota-kota yang lain, pembedanya diantaranya adalah sistem egaliter yang artinya suatu sikap atau sifat yang mendudukan orang lain itu sama atau sederajat satu dengan yang lain, tidak ada pembeda antara satu dengan yang lain sehingga Surabaya tidak memakai bahasa sehari-hari yang memiliki tingkatan/strata seperti di kota Solo, Jogja, dan sebagainya. Masyarakat di Surabaya dalam kesehariannya bertemu dapat berbaur dengan yang lain. Sebagai contoh : masyarakat Surabaya jika memanggil orang lain semuanya sama dengan panggilan “Lek” yang merupakan singkatan dari “Pak lek” (dalam bahasa Indonesia :Paman). Tukang becak, teman, supir angkot, orang berjualan dipanggil dengan panggilan “lek”. Masyarakat Surabaya terkenal dengan tidak basa-basi dan polos, serta egaliter yang tinggi sehingga menempatkan derajat orang lain sama satu dengan yang lain.

2.     Q: Menurut Bapak, arti cangkrukan yang sebenarnya itu seperti apa?

A: Cangkrukan yaitu Public Spare atau ruang publik yang sangat cair. Dalam cangkrukan, orang dapat ngomong apa saja yang mereka inginkan, tidak mengenal tempat, dan tidak ada ketersinggungan.

3.     Q: Apa yang menyebabkan cangkruk bisa melekat dengan kebudayaan orang Surabaya? Apa yang membedakan cangkruk dengan budaya nongkrong?

A: Pada dasarnya, cangkrukan adalah sederhana, tidak pernah direncanakan, tidak membutuhkan banyak modal. Dahulu, Orang Surabaya bercangkruk ria di ujung-ujung gang. Ini terkait dengan tata letak Kota Surabaya yang mempunyai banyak kampung.  Interaksi di antara kampung ke kampung menjadi dekat sehingga setiap hari perjumpaan tersebut menjadi intensif, cangkruk menjadi wadah untuk mereka berbicara apapun yang mereka inginkan. Berbagai ekspresi ada dalam bahasa cangkrukan tersebut, ada ekspresi netral, senang, dan marah. Dalam konteks modern ini, cangkruk mulai digantikan dengan “hang out” di kafe-kafe, di circle K. Hang out di cafe berbeda dengan cangkruk dalam arti sebenarnya. Karena sifat cangkruk merupakan kegiatan yang tidak direncanakan, tidak butuh modal, dan tidak mempunyai strata tertentu. Sementara apabila kita berkumpul di suatu tempat contohnya kafe dan sebagainya, itu bukan lagi cangkruk. Karena direncanakan, butuh modal, dan tidak bisa seenaknya (seperti duduk di lantai, tiduran, ngomong harus diatur, dsb)

4.     Q: Apakah cangkruk merupakan fenomena sosial yang ada di masyarakat?

A: Cangkruk merupakan suatu fenomena yaitu sebagai wahana komunikasi, pusat sosialisasi, pusat informasi, dan juga sebagai hiburan. Cangkruk dianggap sebagai wahana komunikasi dan sosialisasi dari Arek Suroboyo yang tidak dapat dipungkiri karena dengan cangkrukan kita bisa ngobrol apapun dengan tema apapun (menjadi kearifan lokal). Selain itu, cangkruk merupakan pusat informasi dimana semua berita dan kabar terbaru atau yang sedang ngetren bisa saja diketahui saat cangkrukan. Cangkruk juga bisa berfungsi sebagai hiburan karena dengan cangkrukan bisa sejenak merilekskan pikiran kita dengan segala kepenatan. Sebagai tambahan lagi, cangkruk dapat menjadi pusat ketahanan sosial di suatu kota, misalnya ada pendatang baru di suatu kampung yang kira-kira mirip dengan seorang buronan teroris, namun karena bergesernya cangkruk menjadi hang out di cafe-cafe. informasi tersebut tidak dapat tersebar luas ke masyarakat karena cangkruk tidak lagi dilakukan di kampung melainkan di cafe sehingga pembicaraan yang ada dalam hang out tersebut bukan mengenai kampung, tetapi tentang hal yang lain.

 

5.     Q: Terakhir, apa pesan Bapak mengenai cangkruk itu sendiri ?

A: Cangkrukan merupakan refleksi dari keberadaan orang Surabaya yang egaliter, produk dari Kota Surabaya yang multi-kultur, sehingga untuk orang-orang yang berasal dari luar Surabaya tidak boleh melihat sesuatu dari perspektif sendiri (etnosentrisme) karena bagaimanapun setiap daerah memiliki tradisi kebudayaannya masing-masing.

Demikian wawancara singkat kami dengan Pak Binsar mengenai budaya cangkruk di Surabaya. Buat para cangkrukers yang tertarik dengan profil Pak Binsar lebih lanjut bisa follow official twitternya lho @BinsarMGultom. Sekian untuk Q&A kami, tetap update terus di YokCangkrukRek ya!

 
Budaya cangkruk sangat melekat pada kehidupan masyarakat kita karena hampir semua orang melakukan budaya cangkruk. Kita bisa melihat dari berbagai kalangan, yaitu remaja, pekerja kantor, mahasiswa, sampai orang-orang tua juga menerapkan budaya cangkruk dalam kehidupan mereka. Apabila kita melihat lebih mendalam lagi, budaya cangkruk paling diminati oleh anak-anak muda, di mana kehidupan mereka terasa lebih bebas dan menyenangkan. Waktu yang dihabiskan oleh mereka untuk bercangkruk ria saja sudah menghabiskan berjam-jam, hanya untuk berbicara dan bercanda bersama. Apalagi kalau rutinitas cangkruk itu sudah sangat melekat dalam hidup mereka, anak-anak muda bisa bercangkruk ria setiap hari dalam seminggu, atau tiga kali seminggu. "Rasanya beda kalau ga cangkrukan", menurut berbagai pendapat anak-anak muda yang kita survey.

Namun, di sisi lainnya, budaya modernpun sudah sangat berkembang pesat dalam kehidupan sosial masyarakat. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi cukup mengubah gaya hidup masyarakat apalagi dari segi sosial. Hampir semua orang memiliki alat komunikasi, handphone, smartphone, tablet, dan lain-lain disertai dengan aplikasi-aplikasi chat dan sosial yang sangat mudah untuk didapatkan dan digunakan. Anak-anak mudapun pasti memiliki satu atau lebih gadget untuk berkomunikasi. Dengan adanya perkembangan teknologi ini saja, kita sudah bisa berkomunikasi dengan teman-teman kita dengan mudah, bisa lewat telepon, SMS, chatting, email, dan masih banyak lainnya. Hanya tinggal mengetik pesan yang ingin disampaikan lalu kirim saja ke kontak yang dituju. Sangat gampang kan? Budaya modern ini juga dapat membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih indiviual karena masyarakat sangat menyukai "kemudahan" dalam berkomunikasi, tidak perlu pergi jauh-jauh hanya untuk berkumpul. Cukup berada di sebuah ruangan, kita sudah bisa menyampaikan informasi ke kontak kita.

Namun, berdasarkan survey yang kami temukan adalah anak-anak muda sekarang lebih memilih budaya cangkruk daripada sekedar hanya berkomunikasi dengan gadget. "Rasanya kalau cangkruk itu kita bisa menghabiskan waktu itu lama banget, kalau cuma lewat handphone si paling cuma tiga puluh menit saja selesai.  Bedalah rasanya kalau kita bertemu langsung sama kita hanya via SMS atau chatting, cepat bosannya dan ga ada suasana pertemanannya.", pendapat M. Zuhri, mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945. Nodiah, remaja yang sudah bekerja sebagai supir juga setuju bahwa budaya cangkruk lebih melekat pada kehidupan anak muda zaman sekarang. "Lha, saya dan teman-teman malah menggunakan handphone untuk menentukan tempat dan waktu untuk cangkrukan malahan. Kalau cuma lewat handphone, paling kalau penting-penting saja."

Memang budaya cangkruk merupakan budaya yang sangat kental dalam kehidupan kita sehari-hari. Kitapun tidak mau melewatkan waktu luang kita hanya berkomunikasi lewat gadget, namun lebih menggunakan waktu yang ada untuk berkumpul bersama teman-teman dan berbicara banyak hal. Sebuah suasana kekeluargaan dan persaudaran yang sangat erat sangat terlihat dalam suatu komunitas yang suka cangkrukan. Dengan banyak orang dan berbeda-beda tempat tinggal, mereka rela untuk menuju ke sebuah tempat untuk bercangkruk meskipun tempatnya jauh. Kebanyakan orang sekarang malas untuk berpergian jauh hanya untuk bertemu dan kumpul-kumpul. Semakin berkembangnya budaya modern, kehidupan masyarakat akan semakin individual namun semakin berkembangnya budaya cangkru

Budaya modern memang sangat mempengaruhi kehidupan kita, namun budaya cangkruk masih dimiliki oleh masyarakat Surabaya terutama anak-anak muda. Bahkan mereka menggunakan gadget mereka untuk memeriahkan suasana cangkrukan mereka. Ayo rek budaya cangkruk itu ga hanya sekedar kumpul-kumpul, namun ada sebuah kisah yang seru dan unik dibaliknya. Salam cangkrukan!

 
Nyangkruk nggak harus mahal kan ? Hanya dengan modal Rp.5000,- pun kita bisa nyangkruk, rek! Dimana? Ya di TAMAN BUNGKUL!

Taman yang berlokasikan di jalan raya Darmo ini menjadi tempat yang cukup strategis buat anak-anak muda yang hobi cangkrukan. Kenapa tidak? Taman ini didominasi oleh anak-anak muda dengan kisaran usia 19-24 tahun yang lagi asik-asiknya menikmati semilirnya angin malam sambil ngobrol-ngobrol dengan arek-arek bahkan ada juga yang asik nge-date sambil ditemani cemilan-cemilan seperti krupuk sambal, tahu, dan makanan kecil lainnya yang bisa mengisi kekosongan perut sejenak. Ternyata, bagi mereka yang nyangkruk di Taman Bungkul yang sebagian besar berasal dari kota Surabaya dan sekitarnya memilih tempat terbuka yang dijadikan tempat sasaran cangkrukan yang asik, karena selain tidak membutuhkan biaya yang besar, mereka bisa ngobrol, diskusi pelajaran/pekerjaan, sambil kadang ngopi bareng atau bermain busa balon. Bahkan, dengan nyangkruk di tempat terbuka mereka bisa mengunjungi tempat itu bisa lebih dari 3 kali dalam seminggu, karena tempatnya mudah sekali dicapai. 

Menurut Gemilang Antariksa, salah satu penyangkruk yang berasal dari Klaten, Jawa Tengah pun sangat menggemari cangkrukan karena baginya cangkruk itu dibutuhkan oleh anak-anak muda “Bisa menambah wawasan dan utamanya adalah menambah jaringan pertemanan”,ujarnya. Berbeda dengan Gemilang, Alfiyan berpendapat,”Inspirasi seringkali datang saat lagi cangkrukan”. Dalam hal ini, selain bisa kumpul-kumpul bareng, dalam situasi tertentu cangkrukan bisa bermanfaat untuk mendapat ide atau inspirasi untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Hal ini memang benar terjadi, ketika lagi asik menikmati lingkungan cangkrukan di Taman Bungkul, di sudut taman tampak ada perkumpulan Sugar Glider Surabaya yang lagi asik ngobrol sambil terkadang memainkan sugar glider yang mereka miliki. Ternyata, Taman Bungkul merupakan base camp mereka untuk kumpul-kumpul sambil berdiskusi tentang sugar glider yang mereka miliki. Lagi, mengapa mereka memilih Taman Bungkul sebagi base camp mereka ? Menurut Gunawan Tan, salah satu anggota dari perkumpulan ini, “Karena tempat ini cukup strategis untuk mengumpulkan teman-teman karena kita kan nggak semuanya berasal dari Surabaya, jadi kalo disini kan di pusat kota, lebih gampang menemukannya”, ujarnya. Selain bisa jadi base camp buat perkumpulan, di Taman Bungkul ini ada arena bermainnya juga lho rek, ada juga yang berjualan mainan-mainan sederhana dan murah seperti kipas putar atau busa balon, pesawat-pesawatan, aksesoris, dan pastinya makanan minuman ringan. Harganya ? Murah meriah rek! Bener-bener pas buat dikantong anak muda.

Ternyata, nyangkruk nggak mesti mahal kan, rek? Berminat coba cangkrukan di Taman Bungkul ? Kenapa tidak! Salam cangkrukan!!

 
Budaya cangkruk memang merupakan sebuah gaya hidup yang dimiliki setiap orang. Tiap orangpun selalu memiliki kisah-kisah yang unik tentang cangkrukan mereka, entah itu pengalaman yang menyenangkan atau menyedihkan. Sebuah pengamatan yang cukup menarik di balik sebuah budaya "cangkruk" di mana kehidupan sosial seseorang sangat terlihat di sana. Relasi antar tiap orang dalam sebuah komunitas saat bercangkruk ria, menikmati waktu malam mereka dengan gaya mereka, dan menjadikan budaya cangkruk sebagai "rumah kedua" mereka.

Pengalaman yang dialami oleh seorang ibu bernama Ibu Nur yang menjadi pemilik warung kopi "Kampoeng Koffe" di Jalan Tenggilis Mejoyo Ai-33 merupakan salah satu cerita budaya cangkruk yang patut disimak. Menjadi seorang pemilik warung kopi juga menjadi bagian dari budaya "cangkruk" orang Surabaya terutama anak muda, ketika kita berbicara tentang cangkruk tidak sekedar berbicara tentang interaksi yang dilakukan oleh orang-orang yang bercangkrukan namun kita bisa melihat dari sudut pandang yang berbeda, misalkan pemilik warung kopi dengan pelanggannya yang suka bercangkruk di warung kopinya.
Picture
Ibu Nur, pemilik dari Kampoeng Koffe, Jalan Tenggilis Mejoyo Ai-33, Surabaya
Pada awalnya, Ibu Nur mendirikan warung kopi "Kampoeng Koffe" ini berdasarkan dengan ide dan harapan kedua anaknya yang masih muda. Dengan segala kemampuannya, Ibu Nur pun mau membuka tempat untuk dijadikan warung kopi, tempat yang bisa dijadikan cangkrukan anak muda. Namun di sisi yang lain, Ibu Nur hanya mengelolanya sendirian tanpa bantuan orang lain. Cukup menjadi beban bagi seorang ibu rumah tangga sekaligus pengelola warung kopi miliknya. Akhirnya kedua anaknya pun bersedia untuk membantu ibunya ketika sampai di warungnya. Hal positif yang dirasakan kedua anak ini adalah mereka bisa bercangkruk ria di tempat ibunya sekaligus membantu ibunya. Teman-teman kedua anak ini juga merasakan hubungan yang luar biasa antara ibu Nur dan anaknya sehingga sangat sering teman-temannya pun ikut membantu Ibu Nur. Banyak hal dan ide yang diberikan kepada Ibu Nur untuk menciptakan suasana cangkruk yang nyaman di warungnya, misalnya pemasangan wifi, dekorasi ruangan dengan konsep tempo dulu, TV dan antena, karpet untuk lesehan, dan masih banyak hal lain lagi. Sepintas memang sangat banyak hal yang harus dipersiapkan dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun Ibu Nur berusaha untuk menyediakan yang terbaik untuk pelanggannya. "Yang penting saya melakukannya dengan hati tulus untuk memberikan yang terbaik buat mereka. Toh, mereka sangat merasa nyaman di sini sampai-sampai  mereka tidak mau berpindah dari tempat lain dan merasa bahwa ini adalah rumah kedua mereka." Faktanya adalah ketika tempat ini sangat penuh, mereka malah duduk di luar warung sambil lesehan dengan menggunakan karpet. 

Adanya hubungan relasi sosial yang sangat unik dalam budaya cangkruk tidak hanya terjadi begitu saja, namun mengalami proses yang sangat mendalam antar pribadi. Tidak hanya berbicara antara orang-orang yang bercangkrukan namun bisa dilihat hubungan antara ibu, anak, dan teman-teman mereka yang begitu dekat yang membuat mereka saling membangu dan memberikan ide dan aspirasi untuk kebaikan dan kepentingan bersama. Misalkan, Sebuah fakta yang cukup menarik bahwa berbagai kalangan dari mahasiswa berkumpul bersama di Kampoeng Koffe, misalkan dari ITS, Untag, dan Univ. Dr. Soetomo yang cukup jauh bahkan menghabiskan waktu bersama di sana. Mereka sangat merasa nyaman di sana untuk bercangkruk sambil melakukan berbagai hal yang mereka butuhkan. Perbedaanpun tidak menjadi sebuah masalah dalam bercangkruk, faktanya meskipun berbeda-beda kalangan namun akhirnya mereka bisa menjalin sebuah relasi bersama Bu Nur. 

Ide-ide yang diberikan pun sangat membuat usaha ini berkembang dengan cepat, melalui pemasangan sebuah spanduk yang memiliki desain yang menarik mata pengendara motor dan mobil, beberapa foto-foto suasana Surabaya zaman dahulu, dan lain-lain.

"Yah, saya bersyukur sekali kalau saya bisa menjadi seorang ibu yang bisa memenuhi kebutuhan sosial anak muda melalui bercangkruk, daripada saya membiarkan generasi muda sekarang untuk berpergian sembarangan, mengenal sesuatu yang tidak-tidak di luar sana. Akankah lebih baik saat mereka di sini bisa berkumpul, melakukan hal-hal yang bermanfaat?", pendapat Ibu Nur saat ia menjadi seorang ibu sekaligus pemilik warung kopi "Kampoeng Koffe".

Saat inilah kita belajar bahwa budaya cangkruk tidak hanya merupakan sekedar budaya biasa atau rutinitas yang kita lakukan, namun budaya cangkrukan sangat berarti untuk tiap-tiap orang dan pasti tiap orang memiliki kisah yang berbeda. 

    Artikel

    Artikel-artikel ini dibuat untuk mengenalkan budaya cangkruk yang sangat kental dalam kehidupan masyarakat Surabaya

    Archives

    October 2013
    September 2013

      Survey